- LUKA
- Penelitian dengan hewan
Berawal
dengan penelitian madu secara empiris oleh para tentara perang Rusia
dalam penyembuhan luka, Bergman dkk. (1983) melakukan penelitian madu
pada tikus mencit. Tikus mencit dilukai di sekitar leher, dilakukan
pemberian madu sebagai kelompok perlakuan dan larutan garam fisiologis
(sesuai dengan osmolaritas tubuh) sebagai control negative.
Madu
dan larutan garam fisiologis diberikan pada luka dua kali sehari
selama 3, 6 dan 9 hari. Pembentukan jaringan dan epitel dinilai secara
mkroskopik. Pembentukan kulit setelah pemberian madu mengalami kenaikan
sebesar 58% setelah 3 hari, 114% setelah 6 hari, dan 12% setelah 9
hari dibandingkan dengan perlakuan luka dengangaram fisiologis. Setelah
itu, ditemukan adanya pembentukan jaringan tebal di pusat luka pada
mencit yang diberi perlakuan madu.
Selain
pemberian madu secara topical/pada kulit, dilakukan pula penelitian
kemampuan madu sebagai penyembuh luka secara oral (pemberian lewat
mulut) pada tikus oleh Kandil dkk. (1987), El-Banby dkk. (1989), dan
Suguna dkk. (1992). Madu diberikan secara oral sebanyak 0,5-1 ml kepada
setiap tikus yang dilukai kulitnya. Madu yang diberikan secara oral
ternyata mampu menyembuhkan luka sayatan pada tikus yang diteliti.
Luka
yang diteliti bukan hanya luka sayatan, melainkan juga luka ulkus pada
lambung yang disebabkan pemberian indometasin (Ali dkk, 1994) dan
asetosal (Kandil dkk., 1987). Ali dkk. Memberikan madu selama dua kali
sehari sebanyak 312 mg setiap kilogram berat badan tikus, sedangkan
Kandil dkk. Memberikan madu sebanyak 4 gram setiap kilogram berat badan
tikus selama tiga hari.
Ulkus
yang disebabkan oleh indometasin maupun asetosal mampu disembuhkan
oleh madu. Angka kesembuhan pada penelitian Kandil dkk akibat
pemberian madu berkisar sekitar 80%. Ali dkk. Menduga kemampuan madu
sebagai penyembuh ulkus lambung disebabkan kekentalan madu yang mampu
menjadi pelapis layaknya sucralfat (obat ulkus) dan adanya
senyawa-senyawa dalam madu yang mampu meningkatan pembentukan granulasi
sel-sel di lambung.
- Penelitian pada manusia
Pemberian
madu secara topical mampu menyembuhkan luka akibat tindakan bedah
vulva pada pasien penderita kanker vulva. Penelitian dilakukan oleh
Cavanagh dkk. (1970) pada 12 pasien. Pasien diberi madu yang
diaspirasikan pada perban steril, setelah 3-8 minggu diperoleh hasil
yang mengagumkan. Madu mampu menyembuhkan luka pada vulva sekaligus
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang mengontaminasi luka pada
vulva, yakni P.mirabilis, P.aeruginosa, E.coli, Enterobacter, S.faecalis, S.aureus, dan Clostridium perfringens.
Efem
(1993) meneliti kemampuan madu sebagai penyembuh luka akibat gangrene,
dan luka akibat diabetes mellitus pada pasien di Afrika. Madu
diberikan secara topika sebanyak 15-30 ml sekali sehari. Luka gangrene
dan luka diabetic sembuh dan membaik diikuti dengan tidak ditemukannya
bakteri-bakteri yang sebelumnya ada di sekitar luka, yakni P.pyocyenea, E.coli, S.aureus,P.mirabilis, coliform. Klebsiella, Sterptococcus faecalis, dan Streptococcus pyogenes.
Luka
setelah operasi cesar juga tak luput dari penelitian para ahli dan
dipublikasikan dalam Australia NZ Journal of Obstetrics &
Gynaecology. Madu diaplikasikan dengan perban pada luka bekas operasi.
Ditemukan kemampuan madu sebagai penyembuh luka bekas operasi Caesar
akan membuka peluang penggunaan madu dalam klinik.
Kemampuan
madu sebagai penyembuh luka dibandingkan dengan intraSite Gel.
Penelitian dilakukan pada pekerja tambang emas dengan luka yang dangkal.
Ditemukan lama penyembuhan pada luka tersebut tidak berbeda antara
penggunaan madu dengan IntraSite Gel. Pada penyembuhan luka dengan madu,
27% subjek merasakan efek samping berupa gatal-gatal, sementara dengan
IntraSiteGel sebanyak 31% subjek juga mengalami gatal-gatal. Selain
itu, ditemukan adanya penghematan biaya dengan penggunaan madu
dibandingkan dengan pemakaian IntraSite Gel (Ingle, R, dkk., 2006).
- LUKA BAKAR
- Penelitian dengan hewan
Penelitian
kemampuan madu dalam menyembuhkan luka bakar pertamakali dilakukan
oleh Postmes dkk. (1996) pada luka bakar babi. Selain madu, juga
dilihat kemampuan larutan gula dan silver sulfadiazine (salep luka
bakar yang telah terbukti efektif). Luka bakar yang diolesi madu,
larutan gula dan silver sulfadiazine diamati secara histology selama
hari ke-7 hingga ke-42 setelah terjadinya luka bakar. Madu dan larutan
gula ternyata mampu menyembuhkan luka bakar setelah diberikan selama 21
hari, sedangkan waktu untuk penyembuhan luka bakar setelah pemberian
silver sulfadiazine membutuhkan setidaknya 28 hingga 35 hari. Pada luka
bakar yang diolesi madu dan larutan gula, ditemukan pembentukan
myfibroblast.
- Penelitian pada manusia
Pada
manusia dengan luka bakar sebesar 40%, dari total 52 pasien yang
diteliti oleh Subrahmanyam (1993) yang diberi 15-30 ml madu setiap hari,
ditemukan bahwa madu mampu menumbuhkan jaringan baru setelah 7,4 hari,
sedangkan 52 pasien luka bakar yang diberi silver sulfadiazine
membutuhkan waktu hampir dua kalinya, yakni 13,4 hari. Selain itu,
peneliti yang sama membandingkan kemampuan madu dengan moisture
permeable polyurethane film (OpSite) steril dalam menyembuhkan luka
bakar. Luka nakar yang diberi madu akan sembuh setelah 10,8 hari,
sementara yang menggunakan OpSite membutuhkan waktu 15,3 hari.
Subrahmanyam
juga membandingkan madu dengan kulit kentang rebus yang digunakan
sebagai penyembuh luka bakar. Madu menyembuhkan luka bakar setelah 10,4
hari, sementara kulit kentang rebus membutuhkan waktu 16,3 hari.
Pembentukan jaringan baru setelah pemberian madu juga lebih cepat, yakni
6,8 hari dibandingkan dengan kulit kentang yang butuh waktu 3 hari
lebih lama.
Tampaknya
Subrahmanyam belum puas dengan hasil penelitian ini, karena itu dia
juga membandingkan madu denan membrane amnion yang diambil dari ibu yang
melahirkan secara normal maupun bedah cesar. Empat puluh pasien luka
bakar diberi madu secara topical, 24 lainnya mendapat cairan amnion.
Kedua bahan diberikan kepada pasien setiap dua kali sehari. Setelah 9,4
hari, pasien luka bakar yang diberi madu mengalami penyembuhan,
sedangkan yang mendapatkan cairan amnion butuh waktu 17,5 hari.
Ndayisaba
dkk. (1993) juga melakukan penelitian luka bakar pada pasien di
Burundi. Tiga puluh tiga pasien yang diolesi madu, mengalami penyembuhan
luka bakar setelah 5-6 minggu.[]
KHASIAT MADU BERDASARKAN PENELITIAN ILMIAH LAINNYA
- KONJUNGTIVITIS
Emarah
(1985) melakukan penelitian untuk melihat kemampuan madu dalam
menyembuhkan konjungtivitis (radang konjungtiva/belekan). Madu dioleskan
selama 2-3 kali sehari pada sekitar mata. Semua pasien mengalami
kesembuhan dengan madu tersebut.
- PERBAIKAN STATUS GIZI
Tingginya
energy dalam madumenginspirasi peneliti dari Center for Research and
Development of Nutrition and Food melakukan penelitian pengaruh madu
terhadap status gizi anak balita di Kodya Bogor. Balita berumur 13-36
bulan yang menderita gizi kurang diberi madu dibaningkan dengan kelompok
umur tersebut yang diberi sirop. Baik madu maupun sirop diberikan
sebanyak 20 gram per hari. Pemberian perlakuan tersebut dilakukan selama
dua bulan. Kedua perlakuan dikombinasikan dengan vitamin C dan B
kompleks. Kombinasi madu dengan vitamin B kompleks dan C akan menurunkan
angka kesakitan anak-anak balita, utamanya terhadap sakit panas dan
pilek. Selain itu, madu akan meningkatkan nafsu makan (60%), porsi makan
(50%), dan frekuensi makan (31%). Peneliti menduga bahwa selain
pengaruh vitamin, madu berperan besar dalam merangsang nafsu makan
karena mempunyai kadar gula yang tinggi dan dalam bentuk molekul yang
mudah diserap oleh saluran pencernaan.
- PENGHILANG RASA SAKIT
Madu
yang berasal dari bunga akasia diuji dengan menggunakan tikus mencit
yang dirangsang rasa nyeriya dengan menjepit ekor dan telapak kakinya.
Madu mampu menghambat terjadinya rasa nyeri hingga menit ke-60,
sedangkan indometasin mampu menghilangkan rasa sakit hingga menit ke-120
(Azimi, dkk., 2007). Madu mampu menghambat rasa nyeri walaupun daya
hambatnya berkisar satu jam.
- ORALIT
Jika
selama ini yang kita kenal adalah oralit formula WHO menggunakan
glukosa sebagai sumber karbohidrat, Haffeje dan Moosa (1985) mencoba
mengganti sumber karbohidrat dalam oralit dengan madu. Bahan lainnya
sama persis dengan formula WHO, yakni natrium, kalium, dan klorida,
ditambah madu diberikan kepada 169 pasien anak usia 8 hari-11 tahun
penderita diare. Masa penyembuhan dari dehidrasi terbukti lebih cepat
dengan formula madu , yakni 58 jam, sementara yang diberi formula WHO
butuh waktu 93 jam.
- GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN
Salem
(1985) memberikan madu 30 ml sebelum makan sebanyak tiga kali sehari
pada penderita gastritis, duodenitis, dan ulkus duodenum. Dua pertiga
pasien mengalami perbaikan dari penyakitnya setelah pemberian madu
secara oral tersebut. Kadar hemoglobin (Hb) pasien juga meningkat.
- AIDS
Pasien
AIDS berusia 40 tahun, diberi madu sebanyak 80 gram selama 21 hari.
Setelah diberikan selama 21 hari, dilakukan pemeriksaan fungsi
biokimiawi dan hematologi pasien AIDS tersebut untuk melihat pengaruh
madu. Ditemukan adanya penurunan kadar prostaglandin, nitritoksida,
jumlah limfosit, jumla platelet, kadar protein serum, kadar albumin,
kadar tembaga dalam darah. Tampaknya madu mampu meningkatkan keadaan
biokimiawi hematologo pasien AIDS (Al-Waili, dkk., 2006).
- HEMOROIDS
Sejumlah
15 pasien usia 28-70 tahun, yang menderita hemoroid derajat 1 hingga 3
diberi campuran berisi madu, minyak zaitun, lilin lebah (komposisi
1:1:1) selama 12 jam. Ternyata, terjadi perdarahan, gatal-gatal, benkak,
dan kemerahan serta rasa sakit dinilai dengan score. Keefektifan
penyembuhan dinilai dengan perbandingan sebelum dengan sesudah perlakuan
selama empat minggu. Terbukti campuran bahan berisi madu mampu
mengurangi adanya perdarahan, rasa sakit, dan gatal-gatal secara
bermakna. Dilaporkan tidak muncul adanya efek samping penggunaan bahan
berisi madu pada penyembuhan hemoroid tersebut (Al-Waili, dkk., 2006).
- KANKER
Oksigen
reaktif memegang peran penting pada proses kanker dan penyebaran
kanker (metastasis). Salah satu ramuan terkenal yang digunakan untuk
mengobati kanker adalah Kalpaamruthaa (berisi madu, Semecarpus
anacardium, dan Emblica officinalis), diuji kemampuannya dalam
menghambat kanker payudara pada tikus yang diinisiasi dengan sel kanker
paudara. Hewan uji yang telah diberi ramuan Kalpaamruthaa diamati
kadar peroksida lemak dan antioksidannya dari sampel darah, an organ
vital, seperti hati, ginjal, dan jaringan payudara. Pada keadaan
kanker, terjadi peningkatan peroksida lemak, sementara antioksidannya
menurun. Dengan pemberian Kalpaamruthaa yang mengandung madu, diperoleh
hasil adanya penurunan kadar peroksida lemak dan peningkatan kadar
antioksida. Dengan demikian, dimungkinkan madu dan bahan lainnya dalam
Kalpaamruthaa mampu menjadi pelindung terhaadp terjadinya kanker
payudara (Veena., dkk, 2007).
- ANTIOKSIDAN
Kemampuan
madu sebagai antioksidan diteliti dengan menggunakan metode
elektrokimia yang menunjukkan kemampuan bahan dalam mereduksi radikal
bebas. Madu yang diuji berasal dari 12 wilayah, semuanya menunjukkan
kemampuan antioksidan yang memadai (nilai 0,9 terhadap kandungan fenol)
(Buratti, dkk., 2007).
Madu
Venezuela juga diuji kemampuan antioksidannya menggunakan metode
oksidasi ferro dengan xylenol oranye, asam tiobarbiturat, dan aktivitas
antioksidan. Kosentrasi pembentukan hidroperoksida lemak dan
malonilalhedid diturunkan secara nyata oleh madu, yang menunjukkan
kemampuannya sebagai antioksidan yang setara dengan melatonin dan
vitamin E. kadar madu 50% setara dengan asam urat 0,62m yang bersifat
antioksidan (Perez, dkk., 2006).
- PERDARAHAN
Pengaruh
madu terhadap parameter hematologi dan biokimiawi tubuh setelah
perdarahan (bleeding) juga tak luput dari pengamatan para ahli. Tikus
Sprague-Dawly digunakan sebagai subjek penelitian yang diberi perlakuan
50% diet berisi madu dibandingkan dengan 50% dextrose. Delapan hari
setelah bleeding, tikus diberi diet yang dibandingkan. Pemberian diet
madu 50% mampu menurunkan kadar gula darah, enzim aspartat
aminotransferase (AST), alanin aminotransferase (ALT) dan
triasilgliserol, sel darah putih, serta menaikkan kadar hemoglobin (Hb),
dan serum albumin. Parameter-parameter ini menunjukkan adanya
kemampuan madu sebagai diet dalam penanganan perdarahan (Al-Waili,
dkk., 2006).
- GANGGUAN HATI
Untuk
melihat kemampuan madu sebagai hepato protektif/pelindung hati, maka
dilakukan penelitian dengan menggunakan karbon tetraklorida (CCl). CCl
mengakibatkan adanya kerusakan di sel-sel hati sehingga tampak pada
parameter AST dan ALT. AST dan ALT akan naik secara tajam setelah
perlakuan CCl. Dengan pemberian madu pada tikus setelah pemberian CCl,
diperoleh hasil bahwa madu mampu menurunkan kadar AST dan ALT secara
bermakna (Al-Waili, dkk., 2006). Tampak bahwa madu mempunyai kemampuan
menjadi pelindung hepar.
- MENGURANGI EFEK SAMPING RADIOTERAPI PADA KANKER
Penyembuhan
kanker dengan raioterapi sering menimbulkan berbagai efek samping.
Pada pasien kanker orofaring sering muncul efek samping mukositis.
Empat puluh pasien yang mendapatkan radioterapi, diberi kombinasi
pemberian madu 20 ml, yang diminum 15 menit sebelum radioterapi, 15
menit dan 6 jam sesudahnya. Ternyata, madu mampu menurunkan efek
samping terjainya mukositis secara nyata (tinggal 20%). Selain itu,
kepatuhan pasien dalam menggunakan madu setelah radioterapi juga baik
(Biswal, dkk., 2003).
Pada
kanker payudara, radioterapi juga menimbulkan efek samping kelainan di
kulit. Madu juga diteliti pada kelainan kulit akibat radioterapi pada
pasien-pasien kanker payudara. Madu yang dioleskan setelah radioterapi
ternyata mampu menurunkan kejadian kelainan kulit akibat radioterapi
(Moolenaar, dkk., 2006).
Sumber
Sumber